Kamis, 14 Januari 2016

Alin Menuju TK-A: Tahapan Wawancara!

Tahun 2016 selain si Alin menikmati tanggal kelahirannya 29 Februari yang sangat langka itu, tahun ini juga menjadi tahun pertama Alin masuk TK-A, atau sebutan jaman TK saya dulu adalah TK nol kecil.

Setelah mempertimbangkan banyak hal, seperti lokasi, harga, staf pengajar, ilmu dasar, mutu, bangunan fisik dan banyak hal lainnya akhirnya saya dan suami memutuskan memasukkan Alin ke Sekolah Alam Bekasi (SAsi).


Ga nyangka banget anak pertama udah mau 4 tahun dan siap berpetualang di kehidupannya!


Setelah berhasil melakukan pendaftaran, melengkapi formulir dan persyaratan yang ada, bahkan ikut kunjungan sekolah untuk melihat bagaimana Alin berinteraksi dengan teman-teman sebayanya, masuklah ke tahap selanjutnya yaitu 'Wawancara'.

"Ya Tuhan, mau masuk TK aja si anak musti wawancara!" pikir saya. Tapi ternyata yang di wawancara orang tuanya :D:D:D mm, semacam seleksi Puteri Indonesia.

Tapi begitu tau harus masuk ke tahapan wawancara saya deg-degan banget. Apaan nih yang jadi topik diskusi? Kalau saya salah jawab si Alin ga masuk sekolah ini? Trus kalo ga bisa jawab jangan-jangan TK nya nanti nunggu 5 taun, dsb dsb..
Kekhawatiran yang ga perlu sebenernya karena ternyata pertanyaannya ga sulit dan justru membuat wawasan saya meluas.

Saya lupa pertanyaan apa saja yang ditanyakan, kurang lebih ada sekitar 10-15 pertanyaan dan diskusi ini menghabiskan waktu selama 1 jam. Namun, ada 4 pertanyaan yang saya ingat betul dan sangat membekas di ingatan!

1. Bagaimana tanggapan Bunda untuk anak dengan berkebutuhan khusus?
Wow, yang ada dipikiranku pertanyaannya mengarah kepada sekolah ini juga menerima anak berkebutuhan khusus!
Ga perlu saya jabarkan jawaban saya atas pertanyaan yang penting ini. Kenapa penting? Karena ternyata anak berkebutuhan khusus diterima di SAsi. Alasannya, sangat membuat saya takjub.
Tidak setiap dari kita ingin memiliki anak berkebutuhan khusus, jika boleh bernegosiasi pada Tuhan tentu kita akan minta 'anak yang cantik/ganteng, pintar, sholeh/sholehah, dll yang bagus-bagus'. Namun, kita tidak bisa menegosiasikan hal itu kepada Tuhan, padahal anak sempurna atau tidak sempurna adalah Maha Karya Sang Pencipta.
Jadi, sudah menjadi hak anak berkebutuhan khusus juga menikmati fasilitas sekolah yang sama dengan anak normal lainnya. Dan dengan adanya anak berkebutuhan khusus di lingkungan sekolah membiasakan anak kita mampu berempati, tidak merendahkan, dan menghargai semua makhluk ciptaan-Nya.
Ditambah, bagi anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di sekolah umum membuat mereka terlatih untuk percaya diri dan mampu membuat mereka yakin tidak ada bedanya antara dia dan anak lainnya.

Ga sedikit pun terlintas dipikiran saya saat itu bahwa hal inilah yang menjadi concern SAsi dalam mendidik anak-anak. Saya yakin anak saya bisa menjadi pribadi yang menghargai orang lain dengan pendidikan yang dia dapat di SAsi. Tapi jangan khawatir, meskipun ada anak berkebutuhan khusus tentu akan ada staf pengajar yang dikhususkan memantau anak berkebutuhan khusus tersebut.

Well, pertanyaan selanjutnya..

2. Bagaimana tanggapan Bunda dengan konflik yang terjadi antara anak Bunda dengan anak lain di sekolah?

*&?<@%#;^$! -- INI DIA YANG PASTI GA BISA DIHINDARI!

Kemudian, saya jawab "saya ga bisa jadi bodyguard untuk anak saya seumur hidup, dan jika itu terjadi itu saya rasa itu akan menjadi bagian dari caranya dia belajar bagaimana dia bersosialisasi"
Dan ternyata jawaban saya sejalan dengan SAsi yey! Saya lulus seleksi Puteri Indonesia hahahahahaha....
Anak seumuran 4-6 tahun sangat mudah bergesekan, tidak sengaja terpukul mungkin, atau berteriak dsb.
Ada aksi, ada reaksi dan konflik itu tidak akan bisa dihindari untuk anak seumuran mereka. Dan percayalah, mereka konflik tidak sampai dendam kesumat kok, 5 menit kemudian juga mereka akan baikan dan main sama-sama lagi. Dan konflik itu akan membuat mereka belajar bagaimana mereka memecahkan masalah, mencari solusi dsb. Namun yang dikhawatirkan konflik antar mereka justru merembet kepada konflik orang tua.

Dengan memasukkan anak kita pada sekolah tertentu berarti orang tua memberikan kepercayaan kepada sekolah tersebut dan pasti pihak sekolah tidak akan membiarkan anak kita terjadi sesuatu hal namun tidak bisa dihindari juga apabila ada anak yang beraksi dan bereaksi dengan cepat. Jadi, jangan sampai konflik antar anak ini jadi permasalahan berkelanjutan antar orang tua. Ada baiknya orang tua meminta konfirmasi dulu kepada pihak sekolah dan pihak sekolahlah yang akan menindaklanjutinya.

Tapi saya percaya sih, jika pendidikan moral sudah diajarkan dari rumah dengan baik kepada anaknya, mudah-mudahan dimanapun dia berada dia tau bagaimana harus bersikap baik.

Pertanyaan ketiga..

3. Apa yang Bunda ketahui tentang Parenting?


Mm,, boleh saya googling dulu ga ya Bu? :D

Saya masih ingat betul, bagaimana banyak orang berkomentar "susah loh jadi orang tua" ketika saya baru melahirkan. Namun, bagi saya menjadi orang tua itu adalah bagaimana kita bisa mendidik anak kita lebih baik dari cara orang tua kita mendidik kita, as simple as that. Meski anak saya baru berusia 4 tahun tapi setiap hari pun saya belajar dari dia bagaimana saya bisa menjadi orang tua yang baik.
Setiap tingkahnya, saya selalu bercermin dan mengandaikan saya lah yang ada di posisinya. Bagaimana ketika dia terpeleset dan terjatuh, saya selalu merefleksikan bagaimana jika saya seusia dia terpeleset dan terjatuh, apa yang saya ingin orang tua saya lakukan. Haruskah saya memarahinya? Ataukah saya harus memeluk dan bertanya 'kamu gpp nak?'

Dan bagi saya parenting itu adalah ilmu yang secara teori terlihat mudah padahal pada prakteknya sulit dilakukan. Dan untungnya ilmu parenting ini secara berkala diberikan oleh SAsi dengan penerapan seminar untuk orang tua murid. Jadi antara orang tua dan sekolah punya visi yang sama dalam mendidik anak.
Another good point for this school!

Pertanyaan terakhir..

4. Apa pendapat Bunda tentang Sekolah Alam?

Ini bukan jawaban saya, tapi saat itu terlintas di pikiran saya tentang kisah 'Toto-chan'.
Saya pernah membaca novelnya dan itu merupakan cerita yang sangat bagus! Toto-chan, dikisahkan duduk di bangku sekolah dasar, sangat tidak suka dengan pendidikan konvensional yang mengharuskan belajar di ruang kelas dan duduk di meja. Orang tua Toto-chan tidak menyalahkan anaknya yang tidak mau sekolah namun justru mencari jalan keluar dan menemukan sekolah yang mengajarkan anak-anaknya dengan konsep alam semesta bahkan ruang belajarnya pun di dalam gerbong kereta. Mereka belajar mengetahui jenis tanaman dengan berjalan ke hutan, belajar mengetahui fisik badan perempuan dan lelaki dengan berenang tanpa menggunakan pakaian dsb.

Melihat tingkah Alin yang sangat ekspresif dan aktif bisa jadi SAsi akan menjadi kisah Alin-chan di novelnya sendiri! Dan dengan lugas saya menjawab, ini merupakan konsep pendidikan yang sangat kreatif.
Terima kasih kepada Lendo Novo, sang konseptor Sekolah Alam.

Ternyata meski jaman sekarang seleksi penerimaan murid TK banyak tahapannya, tapi dibalik itu sekolah pun berhak menilai seberapa jauh orang tua bisa memiliki pandangan yang sama dengan sekolah karena pada dasarnya sekolah adalah rumah kedua bagi anak kita untuk menuntut ilmu dan menciptakan karakter.

Okay, mudah-mudahan Alin bisa menikmati petualangannya sendiri Juli nanti.
Selamat berpetualang anakku! Ciptakan novelmu sendiri ya...

Cheers,
Mama Alin
14-Januari-2016